Saat dikonfirmasi, Kayun membenarkan bahwa tambang timah tersebut adalah miliknya.
"Iya, saya mempunyai tiga ponton rajuk apung," ujar Kayun, Sabtu (12/01/2025).
Kayun juga menanggapi tudingan bahwa aktivitas tambangnya meresahkan warga sekitar. Menurutnya, tambang miliknya justru memberikan manfaat bagi masyarakat setempat.
"Warga mana yang bilang saya meresahkan masyarakat? Dengan adanya tambang timah saya ini, masyarakat terbantu mengambil sisa timah yang tertumpah," tegas Kayun.
Namun, kehadiran tambang timah di area pemukiman sering kali menimbulkan kontroversi, terutama terkait dampak lingkungan dan potensi konflik sosial. Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak berwenang terkait operasi tambang timah milik Kayun.
Diharapkan ada langkah mediasi antara masyarakat, pemilik tambang, dan pihak berwenang untuk memastikan keberlanjutan ekonomi tanpa mengesampingkan dampak lingkungan dan kenyamanan warga setempat.
Terkait dengan pertambangan timah rajuk apung yang beroperasi di pemukiman warga, seperti milik Kayun di Lubuk Lesung, Bangka Induk, hal ini dapat diatur berdasarkan sejumlah peraturan perundang-undangan di Indonesia. Beberapa pasal atau aturan yang relevan antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba)
Pasal 35: Kegiatan pertambangan harus memiliki izin berupa IUP (Izin Usaha Pertambangan) atau IPR (Izin Pertambangan Rakyat) yang sesuai dengan peruntukan wilayah dan aturan yang berlaku.
Pasal 158: Setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin dapat dipidana dengan hukuman penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Pasal 10: Menegaskan bahwa wilayah pertambangan harus ditetapkan sesuai dengan tata ruang wilayah, dengan mempertimbangkan aspek lingkungan dan sosial.
Pasal 170: Kegiatan pertambangan di wilayah permukiman harus mendapatkan persetujuan warga serta memenuhi standar keamanan dan lingkungan.
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pasal 36: Setiap kegiatan yang berpotensi merusak lingkungan harus memiliki izin lingkungan, termasuk kegiatan tambang.
Pasal 109: Pelaku usaha yang melakukan aktivitas tanpa izin lingkungan dapat dikenakan sanksi pidana.
4. Peraturan Daerah (Perda)
Setiap kabupaten/kota, termasuk Bangka Induk, biasanya memiliki Peraturan Daerah yang mengatur secara spesifik tentang aktivitas tambang timah di wilayahnya. Ini termasuk zonasi tambang, persetujuan masyarakat sekitar, serta dampak terhadap lingkungan.
Kesimpulan
Jika tambang timah milik Kayun beroperasi tanpa izin yang sesuai, maka hal tersebut melanggar undang-undang yang berlaku dan dapat dikenakan sanksi hukum. Selain itu, operasi tambang di pemukiman warga harus mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial, dan izin dari warga sekitar serta pihak berwenang(agus.)